Rame Isu Penolakan RUU Penyiaran, Ini Pernyataan Sikap Wartawan Lumajang

Puluhan wartawan Lumajang saat menggelar aksi penolakan RUU Penyiaran (17/05). Foto: Visit Lumajang/Ahmad VL

Seperti diketahui, RUU Penyiaran merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). RUU Penyiaran direncanakan untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam RUU Penyiaran adalah larangan penayangan jurnalisme investigasi. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Pers, dimana dalam Pasal 4 ayat (2) UU Pers menyatakan, bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

Larangan jurnalisme investigasi dinilai bisa membungkam kemerdekaan pers. Karena dalam pasal 15 ayat (2) huruf a, bahwa fungsi Dewan Pers adalah melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.

"Sementara jurnalisme investigasi merupakan strata tertinggi dari karya jurnalistik, sehingga jika dilarang, maka akan menghilangkan kualitas jurnalistik," ungkap Mujibul Choir, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lumajang saat menggelar aksi penolakan di Lumajang beberapa waktu lalu (17/05).

Kemudian soal penyelesaian sengketa pers di platform penyiaran, sesuai UU Pers itu menjadi kewenangan Dewan Pers. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak punya wewenang menyelesaikan sengketa pers.

"Dewan Pers pun sudah tegas menolak isi draf RUU Penyiaran. Apalagi dalam penyusunan RUU tersebut, sejak awal tidak melibatkan Dewan Pers," tambah Wawan Sugiarto, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Lumajang.

Dalam ketentuan penyusunan UU, harus ada partisipasi penuh makna (meaningful participation) dari seluruh pemangku kepentingan. Hal ini tidak terjadi dalam penyusunan draf RUU Penyiaran.