Ormas Oi: Njagong Pitulasan #3 Bukan Asal Kumpul, Ini Cara Kami untuk Mencintai Negeri

Jumaedi Danramil Yosowilangun dan Iksan seorang veteran RI saat mengisi Njagong Pitulasan #3 di Yosowilangun (Dok. Ormas Oi Lumajang)

Njagong Pitulasan yang memasuki sudah tahun ketiganya kali ini diadakan di Balai Desa Yosowilangun Lor, Kecamatan Yosowilangun, Lumajang. Dihelat oleh BPKab Ormas Oi Lumajang, Minggu (13/08) mulai 19.00 WIB untuk menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-72, acara ini menghadirkan Iksan dan Jumaedi sebagai pembicara.

Iksan, seorang veteran pejuang yang sudah berusia 88 tahun ini masih terlihat tegar saat menceritakan bagaimana perjuangan hidup dan mati di Lumajang. Sebelum tahun 1945, Iksan yang saat itu masih remaja sudah bergabung dalam Laskar Hizbullah, laskar yang seringkali membuat Belanda kuwalahan sampai dijuluki Anjing Bolah oleh Belanda.

"Saat Agresi Militer Belanda I, kami sempat kecolongan karena posisi pasukan kami sedang di Sidoarjo, ternyata tentara Belanda masuk dari Situbondo dan terus merangsek ke Probolinggo hingga Lumajang, praktis saat itu Lumajang langsung dikuasai Belanda," paparnya.

Karena tidak mungkin untuk melakukan perlawanan frontal saat itu kelaskaran di Lumajang memilih untuk menguatkan basis pertahanan di daerah Yosowilangun dan Rowokangkung, daerah di Monumen Juang Kompi Sukertiyo sendiri adalah salah satu medan pertempuran, di mana pejuang kita berhasil melakukan serangan terhadap konvoi pasukan Belanda.

"Selama agresi militer saya bertugas di Klakah, tugas saya saat itu adalah mencari bantuan dana di Lumajang untuk dikirim ke Jawa Timur. Jadi sering saya ke Sidoarjo dan Surabaya naik kereta api membawa uang untuk perjuangan tentara kita di sana," sambung Iksan.