Mbah So: Perjuangan Tukang Becak Lestarikan Tari Topeng Kaliwungu untuk Generasi Mendatang

Beberapa anak muda belajar menari Topeng Kaliwungu. Foto: Visit Lumajang

Perjalanan Mbah So: Dari Gendang ke Tari Topeng Kaliwungu

Suatu hari, Mbah Sanemo memanggil Sutomo untuk mulai belajar menari. Namun, pelajaran pertama yang diterima Sutomo justru adalah memainkan gendang.

Bakat seni Sutomo sudah terlihat sejak kecil. Tidak butuh waktu lama, kurang dari seminggu, Sutomo sudah mahir memainkan gendang. Setelah itu, ia mulai belajar gerakan Tari Topeng Kaliwungu, seperti cara berjalan, menghentakkan kaki, mengepakkan tangan, hingga menggelengkan kepala.

"Awal belajar gendang, pas bisa langsung nari, ya mulai dari jalannya sampai bisa sekarang ini," ujar Sutomo.

Masa kecilnya banyak dihabiskan untuk mendalami Tari Topeng Kaliwungu di bawah bimbingan Mbah Sanemo. Saat remaja, kemampuan menari Sutomo semakin terasah. Ia pun sering diajak Mbah Sanemo tampil di berbagai acara adat, pernikahan, hingga khitanan.

Dulu, untuk sekali pertunjukan dengan durasi sekitar satu jam, para penari hanya menerima bayaran Rp50.000. Kini, bayarannya naik menjadi Rp200.000.

"Pokoknya ke mana-mana ikut Mbah Nemo. Bayarannya sedikit, tapi saya enggak pernah mikir bayaran. Yang penting saya nari," terangnya.

Meski begitu, Sutomo tetap berkomitmen untuk melestarikan Tari Topeng Kaliwungu. Bagi Sutomo, tarian ini bukan sekadar hiburan, melainkan wujud kecintaannya pada budaya leluhur. Dengan semangat yang sama, ia terus tampil dan mengajarkan Tari Topeng Kaliwungu kepada generasi muda, meskipun tantangan semakin besar.