Menyusuri Jejak Rel, Ketika Kereta Api Membuka Pintu Sejarah Peradaban di Bumi Lumajang

Rute Kereta Api di Lumajang Era Kolonial Belanda
Rute yang dipilih mulanya dimulai dari Randuagung, namun pada tahun 1894 terjadi perubahan titik simpangan kereta api yang awalnya ditetapkan di Halte Randuagung kemudian dipindahkan di Stasiun Klakah sehingga rute yang ditetapkan menjadi Klakah - Pasirian (Majalah De Ingenieur Orgaan, 1894 No. 31, p. 378).
Rute Klakah - Pasirian dipilih karena wilayah yang dilewati termasuk sebagai daerah padat penduduk dan tergolong ke dalam daerah subur, yang banyak menghasilkan tanaman komoditas ekspor serta banyak tersebar pabrik-pabrik pengolahan hasil tanam milik pemerintah dan swasta.
Sebelum adanya alat angkut kereta api, proses pengangkutan hasil tanam di Afdeeling Lumajang hanya mengandalkan alat transportasi gerobak bertenaga manusia dan hewan.
Biaya pada awal pelaksanaan pembangunan jalur kereta api Probolinggo - Jember - Panarukan dengan jalur samping menuju ke Pasirian yang tertera pada Staatblad tahun 1893 No. 214 ialah berjumlah f 1.650.000.
Pembangunan dan rekonstruksi pada bangunan dan jembatan kereta api di jalur Klakah - Pasirian terus dilakukan karena sering terjadi kerusakan akibat bencana alam banjir lahar dingin dari Gunung Semeru.
Lokomotif yang bekerja di jalur Klakah - Pasirian hingga masa pendudukan Jepang menggunakan lokomotif uap, diantaranya lokomotif uap tipe C11/C12, lokomotif uap tipe CC10, dan lokomotif uap tipe F10 (Prayogo, 2017, pp. 59, 112-113).
Selama masa pendudukan Jepang tahun 1942, pengelolaan kereta api diambil alih oleh Jepang dan Staatsspoorwegen berubah nama menjadi Rikuyu Sokyoku (Dinas Kereta Api).
Sumber artikel: Pantura7