Marhaenisme dan Geliat Gerakan Pelajar di Lumajang
Tentang Marhaenisme
Pemateri pertama Syarifudin Lubis, ST. menjelaskan tentang sejarah panjang Marhaenisme yang mana diambil dari seorang petani bernama Marhaen yang tinggal di Bandung, yang saat itu dijumpai Soekarno sekitar tahun 1926-1927. Petani tersebut mempunyai berbagai faktor produksi sendiri termasuk lahan pertanian, cangkul dan lain-lain yang ia olah sendiri, namun hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan hidup keluarganya yang sederhana.
Kondisi ini kemudian memicu berbagai pertanyaan dalam benak Soekarno, yang akhirnya melahirkan berbagai dialektika pemikiran sebagai landasan gerak selanjutnya. Kehidupan, kepribadian yang lugu, bersahaja namun tetap memiliki semangat berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya inilah, maka nama petani tersebut oleh Soekarno diabadikan dalam setiap rakyat Indonesia yang hidupnya tertindas oleh sistem kehidupan yang berlaku.
Selanjutnya Akbar Asyadul Haq, ST. menjelaskan bahwa GSNI adalah organisasi kader dan organisasi perjuangan di kalangan pelajar, sehingga diharapkan GSNI harus melakukan kerja nyata di masyarakat dan mewujudkan sosialisme Indonesia seperti yang terkandung dalam ideologi Marhaenisme ajaran Soekarno.
Diskusi tersebut ditutup dengan buka puasa bersama, hal yang menarik pada acara buka puasa bersama adalah mereka makan tanpa menggunakan sendok dan menggunakan daun pisang sebagai alasnya.
"Saya sangat senang mengikuti diskusi yang diadakan teman-teman GSNI Cab. Lumajang, selain saya mendapatkan ilmu saya juga merasakan kebersamaan, kesederhanaan dan gotong royong seperti yang tercermin pada saat berbuka puasa ini. Selain makan tanpa menggunakan sendok kita juga menggunakan alas daun pisang untuk tempat nasi dan lauk. Terlihat tidak ada satupun di antara mereka yang saling berebut, ini sebagai bukti kalau kita semua bisa saling mengalah serta saling menghargai antar teman," ujar Ananda Kenyo, Anggota GSNI Komisariat SMK Negeri 1 Lumajang.[]