Pemilu 2024: Pemilih Muda menjadi sasaran Empuk Post Truth Era
Pentingnya Melawan Hoaks
Informasi yang beredar langsung diserap menjadi asumsi personal dan membentuk opini yang bersifat dangkal dan subjektif sehingga membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan selanjutnya menimbulkan perpecahan.
Indonesia harus benar-benar menyaring dan tidak mudah terprovokasi akibat ulah para politikus yang hanya mentingkan kepentingan kelompok mereka. Dewasa ini, melimpahnya informasi pada masyarakat Indonesia di era post truth memunculkan sejumlah dampak sosial.
Pada tahun 2016, Oxford menjadikan kata post truth sebagai 'Word of the Year'. Seperti kita ketahui, masyarakat Indonesia sangat aktif berinteraksi melalui media sosial untuk memenuhi kebutuhan informasinya. Bagi sebagian orang, agak sulit untuk membedakan mana berita yang benar dan mana berita yang bohong (hoaks).
Hoaks selalu hilir-mudik menghiasi berita di media sosial yang seolah-olah menjadi pasokan sumber berita rutin bagi masyarakat Indonesia, terutama menjelang saat hari pencoblosan, dan pasca pencoblosan pada Pemilu 2019.
Pemanfaatan media sosial guna kepentingan politik banyak disalahgunakan oleh sebagian orang atau kelompok tertentu untuk merebut perhatian dan simpati masyarakat.
Media sosial yang seharusnya digunakan untuk melakukan literasi agar masyarakat Indonesia paham tentang politik dan mengetahui hak dan kewajibannya dalam bidang politik, justru oleh sebagian orang atau kelompok digunakan sebagai media propaganda dan provokasi untuk menjatuhkan lawan politik.
Inilah yang disebut dengan hoaks politiik yaitu berita bohong tentang politik yang digunakan sebagai propaganda untuk memprovokasi masyarakat agar terpengaruh sesuai konten berita, hal ini populer terjadi di era post truth.