Pemilu 2024: Pemilih Muda menjadi sasaran Empuk Post Truth Era
Jadilah Pemilih Cerdas
Istilah post truth menurut Kamus Oxford dapat didefinisikan sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Problem masyarakat bukan pada bagaimana mendapatkan berita, melainkan kurangnya kemampuan mencerna informasi yang benar.
Namun, media informasi alternatif sejenis TikTok, Instagram atau media sosial lainnya tidak selalu berisi informasi yang benar. Dalam era post truth ini di tahun politik pemilu 2024, penyebaran berita atau penggiringan opini publik yang disengaja di media sosial menjadi isu berbahaya dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat di Indonesia.
Contoh yang bisa dilihat yakni saat Pemilu di tahun 2019. Pada saat itu terdapat Capres yang bergaya keras dan berasal dari militer. Saat itu, terdapat Capres tersebut mengkampayekan anti antek asing, di hadapan pendukungnya dengan tegas. Pada saat itu pula, polarisasi yang terjadi di Indonesia begitu masif, apakah itu post truth?
Saat ini Pemilu 2024 sudah di depan mata. Capres yang sama kini tampil dengan gaya yang berbeda, citra saat ini didesain oleh tim pemenangannya menjadi sosok yang imut (gemoy), jago berjoged, dan mudah mendapat empati.
Hal ini memunculkan pertanyaan kembali apakah ini juga post truth yang sengaja di desain? Dalam momen seperti ini kita sebagai pemilih sangat tidak dianjurkan untuk terlalu fanatik pada golongan tertentu.
Kita belum mengetahui kondisi sebenarnya dari ketiga paslon Capres dan Cawapres yang ada. Akan tetapi, untuk memilih kita harus melihat informasi yang valid bukan lagi mendasarkan kebenaran subjektif belaka.
Tulisan ini didedikasikan agar logical fallecy publik tidak terjerembak pada kebobrokan. Tidak ada unsur untuk merendahkan pihak manapun. Semata-mata bagian dari kampaye Pemilu damai dan berperan aktif dari proses mencerdaskan kehidupan bangsa.